Senin, 25 Mei 2015

B.IND : Karya Puisi

Manusia

Aku bersumpah
Atas nama tuhanku
Yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang

Yang menciptakan manusia
Sungguh apabila
Seorang manusia dia ciptakan
Maka sulit menemukan kesempurnaan

Kita hidup dalam dunia yang hampa
Setiap perbuatan yang kita lakukan
Sudah menjadi takdir
Takdir yang ditentukan oleh Alla Ta'ala

Takkan ada manusia
Yang bisa merubah takdirnya
Kecuali ia mau berusaha
Kecuali ia mau berdo'a
Kepada Tuhan-Nya


By : Muhammad Daffa Sulaiman

Minggu, 17 Mei 2015

B.IND : Majas

Majas

A. Pengertian Majas

 Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat cerita itu semakin hidup.

B. Jenis-Jenis Majas

  1. Majas Perbandingan
  2. Majas Sindiran
  3. Majas Penegasan
  4. Majas Pertentangan

C. Contoh Majas

   Majas Simile : Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, umpama, ibarat, bak, bagai.

Contoh : Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkobaran apa saja.

   Majas Sarkasme : Sindiran langsung dan kasar.

Contoh : Kamu tidak dapat mengerjakan soal yang semudah ini? Dasar otak udang isi kepalamu.

   Majas Ironi : Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.

Contoh : Suaramu merdu seperti kaset kusut.

B.IND : Puisi

Puisi

A. Pengertian Puisi

   Puisi adalah bentuk karya sastra mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan sturktur batinnya.

B. Ciri-Ciri Puisi

   Ciri-Ciri Puisi Lama:

  1. Anonim (pengarangnya tidak diketahui)
  2. Terikat jumlah baris, rima, dan irama
  3. Merupakan kesusastraan lisan
  4. Gaya bahasanya statsi (tetap) dan klise
  5. Isinya fantastis dan istanasentris

   Ciri-Ciri Puisi Baru:

  1. Pengarangnya diketahui
  2. Tidak terikat jumlah baris, rima, dan irama
  3. Berkembang secara lisan dan tertulis
  4. Gaya bahasanya dinamis (berubah-ubah)
  5. Isinya tentang kehidupan pada umumnya

C. Unsur-Unsur Puisi

Unsur-unsur puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi

   Struktur Fisik:

  • Perwajahan Puisi (Tipografi)
  • Diksi
  • Imaji
  • Kata Konkret
  • Gaya Bahasa
  • Rima/Irama

   Struktur Batin:

  • Tema/Makna
  • Rasa (Feeling)
  • Nada (Tone)
  • Amanat

D. Jenis-Jenis Puisi

Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru

   Puisi Lama

Puisi Lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan-aturan itu antara lain :
  • Jumlah kata dalam 1 baris
  • Jumlah baris dalam 1 bait
  • Persajakan (rima)
  • Banyak suku kata tiap baris
  • Irama
     Ciri-Ciri Puisi Lama :
  • Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya
  • Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
  • Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima

   Puisi Baru

Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi baris, suku kata, maupun rima.

     Ciri-Ciri Puisi Baru :
  • Bentuknya rapi, simetris
  • Mempunyai persajakan akhir (yang teratur)
  • Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain
  • Sebagian puisi empat seuntai
  • Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
  • Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata


Senin, 30 Maret 2015

B.IND: CERITA RAKYAT

Cerita Rakyat

A. Pengertian:

   Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa.

B. Jenis-Jenis:

  • Cerita Binatang (Fabel)
  • Cerita Asal-Usul (Legenda)
  • Cerita Pelipur Lara
  • Cerita Jenaka
  • Mitos
  • Dongeng
  • Cerita Panji (Pahlawan)

C. Fungsi:

   Cerita rakyat berfungsi sebagai sarana pendidikan, Bercerita pada dasarnya ingin menyampaikan pesan atau amanat yang dapat bermanfaat bagi watak dan kepribadian para pendengarnya.


Sastra Melayu Klasik

A. Pengertian:

   Karya sastra melayu klasik adalah karya-karya yang tersiar pada periode sastra tradisional atau sastra lama.

B. Jenis-Jenis:

  • Berbentuk Puisi
  • Berbentuk Prosa

C. Fungsi:

   Karya sastra mempunyai fungsi tertentu di dalam masyarakatnya. Hakikat setiap penulisan karya sastra mempunyai fungsi tersendiri agar pembaca dapat memahami cerita.


Contoh Cerita Rakyat


Lutung Kasarung

Jawa Barat

Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.

Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari.

Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.

“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.

Amanat Yang Terdapat Dalam Cerita Lutung Kasarung:
  • Jangan bertindak tamak terhadap saudara sendiri.
  • Harus bisa menerima sebuah ketentuan walaupun hal itu dirasa tidak adil dan bisa menerima secara sportif.
Kalau suka memaafkan orang,

Kusut selesai sengketa pun hilang

Kalau suka bermaaf-maafan,

Hidup rukun hati pun nyaman







Rabu, 18 Maret 2015

B.IND: Wawancara

Wawancara

A. Pengertian Wawancara:
Tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal. Atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa wawancara adalah tanya jawab antara pewawancara dengan yang diwawancarai untuk meminta keterangan atau pendapat tentang suatu hal. Jadi, sebenarnya Pengertian Wawancara adalah upaya yang dilakukan seseorang atau suatu pihak untuk mendapatkan keterangan, atau pendapat mengenai sesuatu hal yang diperlukannya untuk tujuan tertentu, dari seseorang atau pihak lain dengan cara tanya jawab.

B. Jenis-Jenis Wawancara:

Wawancara Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Wawancara bebas
Dalam wawancara bebas, pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada responden, namun harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu berhubungan dengan data-data yang diinginkan. Jika tidak hati-hati, kadang-kadang arah pertanyaan tidak terkendali.
2. Wawancara terpimpin
Dalam wawancara terpimpin, pewawancara sudah dibekali dengan daftar pertanyaan yang lengkap dan terinci.
3. Wawancara bebas terpimpin
Dalam wawancara bebas terpimpin, pewawancara mengombinasikan wawancara bebas dengan wawancara terpimpin, yang dalam pelaksanaannya pewawancara sudah membawa pedoman tentang apa-apa yang ditanyakan secara garis besar.
C. Tahap-Tahap Wawancara:
  1. Tahap persiapan
1)      Menentukan tema wawancara
2)      Menentukan jenis wawancara
3)      Menentukan  narasumber sesuai tema
4)      Membuat jadwal (hari, waktu dan lokasi wawancara) dengan narasumber
5)      Mengumpulkan informasi awal dari luar lingkungan narasumber
6)      Membuat daftar pertanyaan
  1. Tahap inti
1)      memperkenalkan diri dan menggali profil atau riwayat hidup narasumber dapat dilakukan dalam bentuk basa-basi
2)      mulai mengajukan pertanyaan secara sistematis dengan keingintahuan yang tinggi
3)      mencatat dan merekam dengan jelas seluruh jawaban narasumber
4)      mengakhiri wawancara dengan kesan yang baik
  1. Tahap penutup
1)      Membuat laporan wawancara sesuai dengan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar
2)      Menghindari opini pribadi yang bersifat fitnah
3)      Jika perlu, konfirmasi ulang hasil wawancara dengan narasumber
4)      Menyebarluaskan hasil wawancara dengan berbagai media, baik dalam bentuk berita atau buku.

D. Contoh Laporan Wawancara

Wawancara Peserta Bioteknologi
P: Assalamu'alaikum Kak
N: Wa'alaikum salam, Ada apa ya?
P: Begini Kak, Aku ada tugas wawancara, Boleh tidak Kakak jadi narasumber saya?
N: Boleh, Mau wawancara tentang apa?
P: Kakak kan mengikuti workshop Bioteknologi Robotic Assembly, Jadi saya ingin menanya tentang itu 
N:Oh, silahkan. 
P: Apa tujuan kakak mengikuti workshop Bioteknologi Robotic Assembly?
N: Kakak mengikuti acara ini untuk mengetahui cara membuat penemuan bioteknologi.
P: Apa manfaat kakak ikut workshop tersebut?
N: Untuk mengetahui cara membuat Bioteknologi, Untuk mengetahui tentang lomba-lomba Bioteknologi, dan yang pasti menambah ilmu.
P: Wah Banyak juga ya kak manfaatnya, Jika Kakak terpilih untuk mengikut IGEM yaitu salah satu lomba Bioteknologi, Apakah Kakak mau? Kenapa?
N: Mau dong pastinya, ya untuk menambah ilmu.
P: Kira-kira penting ga sih adanya acara seperti ini?
N: Penting banget, karena dapat menyalurkan bakat, dan menambah ilmu.
P: Kalau Manfaat adanya IGEM?
N: Untuk menemukan hal-hal baru, menambah pengalaman, dan menambah teman baru.
P: Terima kasih ya Kak sudah bersedia di wawancarai, Terima kasih atas waktunya Kakak
N: Sama-sama.

Keterangan:
P = Pewawancara
N = Narasumber

Jadi, Kesimpulan nya adalah, dengan adanya acara workshop seperti Bioteknologi Robotic Assembly membantu para Siswa-Siswi untuk mengetahui cara membuat Bioteknologi, untuk mengetahui tentang lomba-lomba Bioteknologi, dan yang pasti menambah ilmu.

Selain untuk menambah ilmu, Bioteknologi Robotic Assembly juga mengadakan lomba, yaitu seperti IGEM yang di ikuti seluruh Negara di Dunia. Dan menurut para siswa yang ingin mengikuti lomba tersebut, bermanfaat untuk menemukan hal-hal baru, menambah pengalaman, dan menambah teman baru.

    Jumat, 27 September 2013

    Membaca Al-Qur'an Dengan Tajwid

    Dalam membaca Al-Quran agar dapat mempelajari, membaca dan memahami isi dan makna dari tiap ayat Al-Quran yang kita baca, tentunya kita perlu mengenal, mempelajari ilmu tajwid yakni tanda-tanda baca dalam tiap huruf ayat Al-Quran. Guna tajwid ialah sebagai alat untuk mempermudah, mengetahui panjang pendek, melafazkan dan hukum dalam membaca Al-Quran.
    Tajwīd (تجويد) secara harfiah mengandung arti melakukan sesuatu dengan elok dan indah atau bagus dan membaguskan, tajwid berasal dari kata ” Jawwada ” (جوّد-يجوّد-تجويدا)dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara melafazkan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran maupun Hadist dan lainnya.
    Dalam ilmu tajwid dikenal beberapa istilah yang harus diperhatikan dan diketahui dalam pembacaan Al-Quran, diantaranya :
    a. Makharijul huruf, yakni tempat keluar masuknya huruf
    b. Shifatul huruf, yakni cara melafalkan atau mengucapkan huruf
    c. Ahkamul huruf, yakni hubungan antara huruf
    d. Ahkamul maddi wal qasr, yakni panjang dan pendeknya dalam melafazkan ucapan dalam tiap ayat Al-Quran
    e. Ahkamul waqaf wal ibtida’, yakni mengetahui huruf yang harus mulai dibaca dan berhenti pada bacaan bila ada tanda huruf tajwid
    f. dan Al-Khat dan Al-Utsmani
    Arti lainnya dari ilmu tajwid adalah melafazkan, membunyikan dan menyampaikan dengan sebaik-baiknya dan sempurna dari tiap-tiap bacaan dalam ayat Al-Quran. Menurut para Ulama besar menyatakan bahwa hukum bagi seseorang yang mempelajari tajwid adalah Fardhu Kifayah, yakni dengan mengamalkan ilmu tajwd ketika memabaca Al-Quran dan Fardhu ‘Ain atau wajib hukumnya baik laki-laki atau perempuan yang mu’allaf atau seseorang yang baru masuk dan mempelajari Islam dan KitabNya.
    Mengenal, mempelajari dan mengamalkan ilmu tajwid berserta pemahaman akan ilmu tajwid itu sendiri merupakan hukum wajib suatu ilmu yang harus dipelajari, untuk menghindari kesalahan dalam membaca ayat suci Al-Quran dan melafazkannya dengan baik dan benar sehingga tiap ayat-ayat yang dilantunkan terdengar indah dan sempurna.
    Berikut ini ada dalil atau pernyataan shahih dari Allah SWT yang mewajibkan setiap HambaNya untuk membaca Al-Quran dengan memahami tajwid, diantaranya :
    1. Dalil pertama di ambil dari Al-Quran. Allah SWT berfirman dalam ayatNya yang artinya “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan/tartil (bertajwid)”[QS:Al-Muzzammil (73): 4]. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca Al-Quran yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan setiap huruf-hurufnya (bertajwid).
    2. Dalil kedua diambil dari As-Sunnah ( Hadist ) yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah r.a.(istri Nabi Muhammad SAW), ketika beliau ditanya tentang bagaimana bacaan Al-Quran dan sholat Rasulullah SAW, maka beliau menjawab: ”Ketahuilah bahwa Baginda S.A.W. Sholat kemudian tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda kembali sholat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi hingga menjelang shubuh. Kemudian dia (Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah S.A.W. dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf-hurufnya satu persatu.” (Hadits 2847 Jamik At-Tirmizi).
    3. Dalil ketiga diambil dari Ijma atau pendapat para ulama besar Islam. Yakni kesepakatan para ulama yang dilihat dari zaman Rasulullah SAW hingga sampai saat ini, yang menyatakan bahwa membaca Al-Quran dengan ber-Tajwid merupakan hukum atau sesuatu yang fardhu dan wajib.
    Hukum-hukum dalam tajwid beserta komponen ilmu tajwid yang harus dikenal dipelajari, dipahami serta diamalkan dalam membaca Al-Quran, antara lain :
    1. Hukum Ta’awuz dan Basmalah
    Isti’azah atau taawuz adalah melafazkan atau membunyikannya : “A’uzubillahi minasy syaitaanir rajiim” (ﺍﻋﻮﺬ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻴﻄﻥ ﺍﻟﺮﺟﻴﻢ)
    cara melafazkan basmalah adalah bunyinya:
    “Bismillahir rahmaanir rahiim” (ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺤﻤﻦ ﺍﻟﺮﺤﻴﻢ).
    Terdapat 4 cara membaca iati’azah, basmalah dan surat :
    a. memutuskan isti’azah (berhenti) kemudian baru membaca basmalah,
    b. menyambungkan basmalah dengan surah tanpa berhenti,
    c. membaca isti’azah dan basmalah terus-menerus tanpa henti,
    d. membaca isti’azah, basmalah dan awal surat terus-menerus tanpa berhenti.
    Terdapat 4 cara membaca basmalah di antara dua surat. Membaca basmalah adalah tanda awal dimulai suatu bacaan dalam surat Al-Quran. Guna dari membaca basmalah suatu keharusan dengan tujuan :
    a. Basmalah sebagai pemisah dengan surat Al-Quran yang lain
    b. Sebagai penghubung dengan awal surat Al-Quran
    c. Sebagai penghubung dari kesemua surat Al-Quran
    d. Menghubungkan akhir surat dengan basamalah, lalu berhenti. Namun basamalah tidak selalu menjadi surat awal yang harus terus dibaca untuk melanjutkan surat berikutnya. Walau bagaimana pun, tidak harus membaca demikian karena dikhawatirkan ada yang mengganggap basmalah merupakan salah satu ayat daripada surat yang sebelumnya.
    Dalam ilmu tajwid juga dikenal ada 9 hukum bacaan yang isinya menjelaskan bagian-bagian tanda baca dan cara melafazkannya atau pengucapannya, antara lain :
    A. Hukum nun mati dan tanwin, terdiri dari : 
    Contoh : ayat diatas merupakan surat Al-Quran ( QS: Al-Baqarah ayat 145 ), huruf yang diberi warna (merah : izhar halqi), (hijau : idgham), ( biru : ikhfa haqiqi), ( ungu : iqlab).
    1. Izhar Halqi
    Izhar halqi bila bertemu dengan huruf izhar maka cara melafazkan atau mengucapkannya harus “jelas” Jika nun mati atau tanwin bertemu huruf-huruf Halqi (tenggorokan) seperti: alif/hamzah(ء), ha’ (ح), kha’ (خ), ‘ain (ع), ghain (غ), dan ha’ (). Izhar Halqi yang artinya dibaca jelas.
    Contoh : نَارٌ حَامِيَةٌ
    2. Idgham
    Hukum bacaan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
    Jika nun mati atau tanwin bertemu huruf-huruf seperti: mim (م), nun (ن), wau (و), dan ya’ (ي), maka ia harus dibaca lebur dengan dengung.
    Contoh: فِيْ عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍ harus dibaca Fī ʿamadim mumaddadah.
    3. Idgham Bilaghunnah
    Jika nun mati atau tanwin bertemu huruf-huruf seperti ra’ (ر) dan lam (ل), maka ia harus dibaca lebur tanpa dengung.
    Contoh: مَنْ لَمْ harus dibaca Mal lam
    Pengecualian
    Jika nun mati atau tanwin bertemu dengan keenam huruf idgam tersebut tetapi ditemukan dalam satu kata, seperti بُنْيَانٌ, اَدُّنْيَا, قِنْوَانٌ, dan صِنْوَانٌ, maka nun mati atau tanwin tersebut dibaca jelas.
    4. Iqlab
    Hukum ini terjadi apabila nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf ba’ (ب). Dalam bacaan ini, bacaan nun mati atau tanwin berbah menjadi bunyi mim (م).
    Contoh: لَيُنۢبَذَنَّ harus dibaca Layumbażanna
    5. Ikhfa’ haqiqi
    Jika nan mati atau tanwin bertemu dengan huruf-huruf seperti ta’(ت), tha’ (ث), jim (ج), dal (د), dzal (ذ), zai (ز), sin (س), syin (ش), sod (ص), dhod (ض), tho (ط)zho (ظ), fa’ (ف), qof (ق), dan kaf (ك), maka ia harus dibaca samar-samar (antara Izhar dan Idgham)
    Contoh: نَقْعًا فَوَسَطْنَ
    B. Hukum mim mati
    Selain hukum nun mati dan tanwin adapula hukum lainnya dalam mempelajari dan membaca Al-Quran yakni Hukum mim mati, yang disebut hukum mim mati jika bertemu dengan huruf mim mati (مْ) yang bertemu dengan huruf-huruf arab tertentu.
    Contoh bacaan diatas diambil dari (QS: Al-Mu’minun :55-59) yang diberi tanda warna  (biru : ikhfa syafawi), ( merah : idgham mimi), (hijau : izhar  syafawi).
    Hukum mim mati memiliki 3 jenis, yang diantaranya adalah :
    1. Ikhfa Syafawi (ﺇﺧﻔﺎﺀ ﺷﻔﻮﻱ)
    Apabila mim mati (مْ) bertemu dengan ba (ب), maka cara membacanya harus dibunyikan samar-samar di bibir dan dibaca didengungkan.
    Contoh: (فَاحْكُم بَيْنَهُم) (تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ) (وَكَلْبُهُم بَاسِطٌ)
    2. Idgham Mimi ( إدغام ميمى)
    Apabila mim mati (مْ) bertemu dengan mim (م), maka cara membacanya adalah seperti menyuarakan mim rangkap atau ditasyidkan dan wajib dibaca dengung. Idgham mimi disebut juga idgham mislain atau mutamasilain.
    Contoh : (أَم مَنْ) (كَمْ مِن فِئَةٍ)
    3. Izhar Syafawi (ﺇﻇﻬﺎﺭ ﺷﻔﻮﻱ)
    Apabila mim mati (مْ) bertemu dengan salah satu huruf hijaiyyah selain huruf mim (مْ) dan ba (ب), maka cara membacanya dengan jelas di bibir dan mulut tertutup.
    Contoh: (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ) (تَمْسُونَ)
    C. Hukum mim dan nun tasydid
    Hukum mim dan nun tasydid juga disebut sebagai wajib al-ghunnah (ﻭﺍﺟﺐ ﺍﻟﻐﻨﻪ) yang bermakna bahwa pembaca wajib untuk mendengungkan bacaan. Maka jelaslah yang bacaan bagi kedua-duanya adalah didengungkan. Hukum ini berlaku bagi setiap huruf mim dan nun yang memiliki tanda syadda atau bertasydid (ﻡّ dan نّ).
    Contoh: ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠِﻨﱠﺔ ﻭَﺍﻟﻨﱠﺎﺱِ
    D. Hukum alif lam ma’rifah
    Alif lam ma’rifah adalah dua huruf yang ditambah pada pangkal atau awal dari kata yang bermakna nama atau isim. Terdapat dua jenis alif lam ma’rifah yaitu qamariah dan syamsiah.
    - Alif lam qamariah ialah lam yang diikuti oleh 14 huruf hijaiah, seperti: alif/hamzah(ء), ba’(ب), jim (ج), ha’ (ح), kha’ (خ), ‘ain (ع), ghain (غ), fa’ (ف), qaf (ق), kaf (ك), mim (م), wau(و), ha’ (ﮬ) dan ya’ (ي). Hukum alif lam qamariah diambil dari bahasa arab yaitu al-qamar(ﺍﻟﻘﻤﺮ) yang artinya adalah bulan. Maka dari itu, cara membaca alif lam ini adalah dibacakan secara jelas tanpa meleburkan bacaannya.
    - Alif lam syamsiah ialah lam yang diikuti oleh 14 huruf hijaiah seperti: ta’ (ت), tha’ (ث), dal(د), dzal (ذ), ra’ (ر), zai (ز), sin (س), syin (ش), sod (ص), dhod (ض), tho (ط), zho (ظ), lam(ل) dan nun (ن). Nama asy-syamsiah diambil dari bahasa Arab (ﺍﻟﺸﻤﺴﻴﻪ) yang artinya adalah matahari. Maka dari itu, cara membaca alif lam ini tidak dibacakan melainkan dileburkan kepada huruf setelahnya.
    E. Hukum idgham
    Idgham (ﺇﺩﻏﺎﻡ) adalah berpadu atau bercampur antara dua huruf atau memasukkan satu huruf ke dalam huruf yang lain. Maka dari itu, bacaan idgham harus dilafazkan dengan cara meleburkan suatu huruf kepada huruf setelahnya. Terdapat tiga jenis idgham:
    - Idgham mutamathilain (ﺇﺩﻏﺎﻡ ﻣﺘﻤﺎﺛﻠﻴﻦ – yang serupa) ialah pertemuan antara dua huruf yang sama sifat dan makhrajnya (tempat keluarnya) dal bertemu dal dan sebagainya. Hukum adalah wajib diidghamkan. Contoh: ﻗَﺪ ﺩَﺨَﻠُﻮاْ.
    - Idgham mutaqaribain (ﺇﺩﻏﺎﻡ ﻣﺘﻘﺎﺭﺑﻴﻦ – yang hampir) ialah pertemuan dua huruf yang sifat dan makhrajnya hampir sama, seperti ba’ bertemu mim, qaf bertemu kaf dan tha’ bertemu dzal. Contoh: ﻧَﺨْﻠُﻘڪُﻢْ
    - Idgham mutajanisain (ﺇﺩﻏﺎﻡ ﻣﺘﺠﺎﻧﺴﻴﻦ – yang sejenis) ialah pertemuan antara dua huruf yang sama makhrajnya tetapi tidak sama sifatnya seperti ta’ dan tha, lam dan ra’ serta dzal dan zha. Contoh: ﻗُﻞ ﺭَﺏ
    F. Hukum mad
    Mad yang artinya yaitu melanjutkan atau melebihkan. Dari segi istilah Ulama tajwid dan ahli bacaan, mad bermakna memanjangkan suara dengan lanjutan menurut kedudukan salah satu dari huruf mad. Terdapat dua bagian mad, yaitu mad asli dan mad far’i. Terdapat tiga huruf mad yaitu alif, wau, dan ya’ dan huruf tersebut haruslah berbaris mati atau saktah. Panjang pendeknya bacaan mad diukur dengan menggunakan harakat.
    G. Hukum ra’
    Hukum ra’ adalah hukum bagaimana membunyikan huruf ra’ dalam bacaan. Terdapat tiga cara yaitu kasar atau tebal, halus atau tipis, atau harus dikasarkan dan ditipiskan.
    * Bacaan ra’ harus dikasarkan apabila:
    1. Setiap ra’ yang berharakat atas atau fathah.
    Contoh: ﺭَﺑﱢﻨَﺎ
    2. Setiap ra’ yang berbaris mati atau berharakat sukun dan huruf sebelumnya berbaris atas atau fathah.
    Contoh: ﻭَﺍﻻَﺭْﺽ
    3. Ra’ berbaris mati yang huruf sebelumnya berbaris bawah atau kasrah.
    Contoh: ٱﺭْﺟِﻌُﻮْﺍ
    4. Ra’ berbaris mati dan sebelumnya huruf yang berbaris bawah atau kasrah tetapi ra’ tadi berjumpa dengan huruf isti’la’.
    Contoh: ﻣِﺮْﺻَﺎﺪ
    * Bacaan ra’ yang ditipiskan adalah apabila:
    1. Setiap ra’ yang berbaris bawah atau kasrah.
    Contoh: ﺭِﺟَﺎﻝٌ
    2. Setiap ra’ yang sebelumnya terdapat mad lain
    Contoh: ﺧَﻴْﺮٌ
    3. Ra’ mati yang sebelumnya juga huruf berbaris bawah atau kasrah tetapi tidak berjumpa dengan huruf isti’la’.
    Contoh: ﻓِﺮْﻋَﻮﻦَ
    * Bacaan ra’ yang harus dikasarkan dan ditipiskan adalah apabila setiap ra’ yang berbaris mati yang huruf sebelumnya berbaris bawah dan kemudian berjumpa dengan salah satu huruf isti’la’.
    Contoh: ﻓِﺮْﻕ
    Isti’la’ (ﺍﺳﺘﻌﻼ ﺀ): terdapat tujuh huruf yaitu kha’ (خ), sod (ص), dhad (ض), tha (ط), qaf (ق), dan zha (ظ).
    H. Qalqalah
    Qalqalah (ﻗﻠﻘﻠﻪ) adalah bacaan pada huruf-huruf qalqalah dengan bunyi seakan-akan berdetik atau memantul. Huruf qalqalah ada lima yaitu qaf (ق), tha (ط), ba’ (ب), jim (ج), dan dal (د). Qalqalah terbagi menjadi dua jenis:
    - Qalqalah kecil yaitu apabila salah satu daripada huruf qalqalah itu berbaris mati dan baris matinya adalah asli karena harakat sukun dan bukan karena waqaf.
    Contoh: ﻴَﻄْﻤَﻌُﻮﻥَ, ﻴَﺪْﻋُﻮﻥَ
    - Qalqalah besar yaitu apabila salah satu daripada huruf qalqalah itu dimatikan karena waqaf atau berhenti. Dalam keadaan ini, qalqalah dilakukan apabila bacaan diwaqafkan tetapi tidak diqalqalahkan apabila bacaan diteruskan.
    Contoh: ٱﻟْﻔَﻟَﻖِ, ﻋَﻟَﻖٍ
    I. Waqaf (وقف)
    Waqaf dari sudut bahasa ialah berhenti atau menahan, manakala dari sudut istilah tajwid ialah menghentikan bacaan sejenak dengan memutuskan suara di akhir perkataan untuk bernapas dengan niat ingin menyambungkan kembali bacaan. Terdapat empat jenis waqaf yaitu:
    ﺗﺂﻡّ (taamm) – waqaf sempurna – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan pada suatu bacaan yang dibaca secara sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, dan tidak mempengaruhi arti dan makna dari bacaan karena tidak memiliki kaitan dengan bacaan atau ayat yang sebelumnya maupun yang sesudahnya
    ﻛﺎﻒ (kaaf) – waqaf memadai – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan pada suatu bacaan secara sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, namun ayat tersebut masih berkaitan makna dan arti dari ayat sesudahnya
    ﺣﺴﻦ (Hasan) – waqaf baik – yaitu mewaqafkan bacaan atau ayat tanpa mempengaruhi makna atau arti, namun bacaan tersebut masih berkaitan dengan bacaan sesudahnya
    ﻗﺒﻴﺢ (Qabiih) – waqaf buruk – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan bacaan secara tidak sempurna atau memberhentikan bacaan di tengah-tengah ayat, wakaf ini harus dihindari karena bacaan yang diwaqafkan masih berkaitan lafaz dan maknanya dengan bacaan yang lain.
    Tanda-tanda waqaf lainnya :
    1. Tanda mim ( مـ ) disebut juga dengan Waqaf Lazim. yaitu berhenti di akhir kalimat sempurna. Wakaf Lazim disebut juga Wakaf Taamm (sempurna) karena wakaf terjadi setelah kalimat sempurna dan tidak ada kaitan lagi dengan kalimat sesudahnya. Tanda mim ( م ), memiliki kemiripan dengan tanda tajwid iqlab, namun sangat jauh berbeda dengan fungsi dan maksudnya;
    2. tanda tho ( ﻁ ) adalah tanda Waqaf Mutlaq dan haruslah berhenti.
    3.tanda jim ( ﺝ ) adalah Waqaf Jaiz. Lebih baik berhenti seketika di sini walaupun diperbolehkan juga untuk tidak berhenti.
    4. tanda zha ( ﻇ ) bermaksud lebih baik tidak berhenti
    5. tanda sad ( ﺹ ) disebut juga dengan Waqaf Murakhkhas, menunjukkan bahwa lebih baik untuk tidak berhenti namun diperbolehkan berhenti saat darurat tanpa mengubah makna. Perbedaan antara hukum tanda zha dan sad adalah pada fungsinya, dalam kata lain lebih diperbolehkan berhenti pada waqaf sad
    6. tanda sad-lam-ya’ ( ﺻﻠﮯ ) merupakan singkatan dari “Al-washl Awlaa” yang bermakna “wasal atau meneruskan bacaan adalah lebih baik”, maka dari itu meneruskan bacaan tanpa mewaqafkannya adalah lebih baik;
    7. tanda qaf ( ﻕ ) merupakan singkatan dari “Qiila alayhil waqf” yang bermakna “telah dinyatakan boleh berhenti pada wakaf sebelumnya”, maka dari itu lebih baik meneruskan bacaan walaupun boleh diwaqafkan
    8. tanda sad-lam ( ﺼﻞ ) merupakan singkatan dari “Qad yuushalu” yang bermakna “kadang kala boleh diwasalkan”, maka dari itu lebih baik berhenti walau kadang kala boleh diwasalkan
    9. tanda Qif ( ﻗﻴﻒ ) bermaksud berhenti! yakni lebih diutamakan untuk berhenti. Tanda tersebut biasanya muncul pada kalimat yang biasanya pembaca akan meneruskannya tanpa berhenti
    10. tanda sin ( س ) atau tanda Saktah ( ﺳﮑﺘﻪ ) menandakan berhenti seketika tanpa mengambil napas. Dengan kata lain, pembaca haruslah berhenti seketika tanpa mengambil napas baru untuk meneruskan bacaan
    11. tanda Waqfah ( ﻭﻗﻔﻪ ) bermaksud sama seperti waqaf saktah ( ﺳﮑﺘﻪ ), namun harus berhenti lebih lama tanpa mengambil napas
    12. tanda Laa ( ﻻ ) bermaksud “Jangan berhenti!”. Tanda ini muncul kadang-kala pada penghujung maupun pertengahan ayat. Jika ia muncul di pertengahan ayat, maka tidak dibenarkan untuk berhenti dan jika berada di penghujung ayat, pembaca tersebut boleh berhenti atau tidak
    13. tanda kaf ( ﻙ ) merupakan singkatan dari “Kadzaalik” yang bermakna “serupa”. Dengan kata lain, makna dari waqaf ini serupa dengan waqaf yang sebelumnya muncul
    14. tanda bertitik tiga ( … …) yang disebut sebagai Waqaf Muraqabah atau Waqaf Ta’anuq (Terikat). Waqaf ini akan muncul sebanyak dua kali di mana-mana saja dan cara membacanya adalah harus berhenti di salah satu tanda tersebut. Jika sudah berhenti pada tanda pertama, tidak perlu berhenti pada tanda kedua dan sebaliknya.
    Sebenarnya masih banyak hukum bacaan dan tanda bacaan dalam Al-Quran bila dipelajari memerlukan waktu pemahaman yang cukup lama agar fasih dan benar dalam membaca, melafazkan dan pengucapan harakat (panjang-pendeknya suatu bacaan), tajwid lainnya yang harus dipelajari dan dipahami. Lebih baik lagi apabila mempelajari kitab Iqro (kitab kecil ).